Bandar Lampung – Polresta Bandar Lampung tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi di salah satu bank pemerintah cabang Telukbetung terkait pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Tangguh senilai Rp 2 miliar kepada PT Salzana Mandiri Mas pada tahun 2020.
Polisi menduga ada indikasi manipulasi data dan kongkalikong antara pihak bank dan pemohon kredit.
"Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan polisi yang terdaftar dengan nomor LP/A/38/XI/2024/SPKT pada 21 November 2024," kata Kasi Humas Polresta Bandar Lampung, AKP Agustina Nilawati, Jumat (22/11/2024).
Dalam proses penyelidikan, penyidik menemukan bahwa dana kredit yang seharusnya digunakan untuk jasa pengangkutan batubara justru dialihkan untuk kepentingan pribadi oleh pemohon berinisial A, pemilik PT Salzana Mandiri Mas.
Agunan yang diajukan berupa perjanjian jasa pengangkutan batubara serta sertifikat tanah di Desa Negeri Sakti, Kabupaten Pesawaran, ternyata disertai dokumen-dokumen manipulatif.
Salah satu pegawai bank berinisial Y, yang menjabat sebagai Account Officer, diduga memainkan peran penting dengan meminta uang pelicin sebesar Rp 125 juta demi meloloskan pengajuan kredit tersebut.
"Penyalahgunaan fasilitas kredit ini bukan hanya merugikan institusi keuangan, tetapi juga menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp 2 miliar, seperti yang telah dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Lampung," kata Kasi Humas.
Penyidik Polresta Bandar Lampung telah mengamankan berbagai barang bukti, termasuk dokumen pengajuan kredit, rekening koran perusahaan, dan uang tunai Rp 135 juta yang berasal dari pihak bank dan pemohon.
Penyelidikan terus berlanjut dengan fokus mengungkap keterlibatan lebih lanjut dari pihak bank maupun swasta yang menikmati keuntungan dari tindakan ini.
"Penyidik juga tengah menelusuri aset-aset milik pemohon kredit untuk meminimalkan kerugian negara, sejauh ini penyidik telah memeriksa sebanyak 16 saksi dari berbagai unsur dan dua orang ahli. Sementara calon tersangka masih dalam penyidikan," pungkasnya.
Kasus ini berada di bawah ancaman Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
"Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 20 tahun serta denda maksimal Rp 1 miliar," tandasnya. (*)